............. SELAMAT DATANG .............

Jumat, 19 Februari 2016

Hukum Menceritakan Aib Sendiri

Hukum Menceritakan Aib Sendiri


TRIBUNLAMPUNG.CO.ID-Yth MUI Lampung. Saya mau bertanya, apakah seorang wanita yang sudah tidak perawan lagi harus menceritakannya kepada calon suami yang akan menikahinya? Padahal, itu kan cerita aib. Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Pengirim: +6281278946xxx
Dilarang Buka Aib Sendiri
Aib adalah suatu cela atau kondisi yang tidak baik tentang seseorang. Jika diketahui oleh orang lain, akan membuat rasa malu. Rasa malu ini membawa kepada efek psikologi yang negatif jika tersebar.
Namun, banyak kita dapati di tengah keseharian, dimana pembicaraan dan obrolan itu sepertinya tidak asyik kalau tidak membicarakan aib, cacat, dan kekurangan yang ada pada orang lain. Padahal, obrolan itu bukanlah perkara ringan dalam pandangan Islam.
Ajaran Islam melarang keras aib seseorang diceritakan. Tidak boleh sekali-kali menyebarkan tentang apa atau bagaimana kondisi yang tidak baik tentang seseorang. Bahkan, Islam mengajarkan untuk menutupinya.
Allah berfirman dalam Surat Al Hujarat ayat 12 yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan aib orang lain; dan janganlah kamu mengumpat sebagian yang lain. Apakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh karena itu, jauhilah larangan-larangan yang tersebut) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang."
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: "Wahai orang yang beriman dengan lisannya, tetapi tidak beriman dengan hatinya, janganlah kamu mengumpat kaum muslimin dan janganlah mengintip aib mereka. Barangsiapa yang mengintip aib saudaranya, niscaya Allah akan mengintip aibnya. Siapa yang diintip Allah akan aibnya, maka Allah akan membuka aibnya meskipun dirahasiakan di lubang kendaraannya." (HR At-Tirmidzi).
Bahkan, Rasulullah SAW juga melarang seseorang untuk membuka aib dirinya sendiri kepada orang lain, sebagaimana sabdanya: "Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan (melakukan maksiat). Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di paginya ia berkata: wahai fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu – padahal Allah telah menutupnya- dan di pagi harinya ia membuka tutupan Allah atas dirinya." (HR Bukhori Muslim).
Sebaliknya, Rasulullah memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang menutup aib saudara-saudara mereka, dengan menutup aib mereka di dunia dan akhirat, seperti dalam hadis sahih: "Dan barangsiapa yang menutup aib seorang muslim, niscaya Allah menutup aibnya di dunia dan akhirat." (HR Muslim)
Kategori aib:
1. Aib yang sifatnya khalqiyah. Aib yang sifatnya qodrati dan bukan merupakan perbuatan maksiat. Seperti cacat di salah satu organ tubuh atau penyakit yang membuatnya malu jika diketahui oleh orang lain.
Aib seperti ini adalah aurat yang harus dijaga, tidak boleh disebarkan atau dibicarakan, baik secara terang-terangan atau dengan gunjingan, karena perbuatan tersebut adalah dosa besar menurut mayoritas ulama. Karena aib yang sifatnya penciptaan Allah yang manusia tidak memiliki kuasa menolaknya, maka menyebarkannya berarti menghina dan itu berarti menghina penciptanya. (Imam al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin).
2. Aib berupa perbuatan maksiat, baik yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Maksiat yang dilakukan sembunyi-sembunyi juga terbagi menjadi dua:
a. Perbuatan maksiat yang hanya merusak hubungannya secara pribadi dengan Allah, seperti minum khamr, berzina, dan lainnya. Jika seorang muslim mendapati saudaranya melakukan perbuatan seperti ini, hendaklah ia tidak menyebarluaskan hal tersebut. Namun, dia tetap memiliki kewajiban untuk melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Imam Syafi’i berkata, "Siapa yang menasihati saudaranya dengan tetap menjaga kerahasiaannya, berarti dia benar-benar menasihatinya dan memperbaikinya. Sedang yang menasihati tanpa menjaga kerahasiaannya, berarti telah mengekspos aibnya dan mengkhianatinya."
b. Perbuatan maksiat yang dilakukan sembunyi-sembunyi tapi merugikan orang lain, seperti mencuri, korupsi, dan lainnya. Perbuatan seperti ini diperbolehkan untuk diselidiki dan diungkap, karena hal ini sangat berbahaya jika dibiarkan. Sebab, akan lebih banyak lagi merugikan orang lain.
Kesimpulannya, Anda sebaiknya tidak usah menceritakan aib tersebut demi keutuhan hubungan Anda dengan calon suami. Aib tersebut biar disimpan. Hanya Allah dan diri Anda sendiri yang tahu dengan catatan benar-benar tidak mengecewakan suami dan bertobat.

0 komentar:

Posting Komentar